HUT RI ke 79: Penyuluh Katolik Sosialisasikan 100% Katolik 100% Indonesia
Lintasnusatoday- Penyuluh Katolik Kankemenag Kota Yogyakarta melakukan sosialisasi Ajaran Sosial Gereja (ASG) dengan sub tema Mengembangkan Budaya “Kita” 100% Katolik, 100% Indonesia di RRI Pro 4 Yogakarta. Ini merupakan sub tema yang ke 2 dimana penekanan utama dalam siaran kali ini adalah bagaimana umat Katolik untuk senantiasa mengingat/mengenangkan sejarah di mana para pendahulu yang berjuang bersama umat beragama lain (kita) untuk Kemerdekaan Indonesia sekaligus merindukan (Anamnesis). Diantara mereka sebagiannya dianugerahi sebagai Pahlawan Nasional seperti Mgr. Albertus Soegijapranata SJ (1896-1963), Jenderal (Anumerta) Raden Oerip Soemahardjo (1893-1948), Kapten (Anumerta) Piere Tandean (1939-1965), Ajun Inspektur Polisi Dua (Anumerta) Karel Sasuit Tubun (1928-1965) Wage Rudolf Soepratman (1903-1938), Laksamana Muda (Anumerta) Yosaphat Soedarso (1925-1962), Komodor Muda Udara (Anumerta) Agustinus Adisoetjipto (1916-1947) Marsekal Pertama (Kehormatan) Anakletus Tjilik Riwut (1918-1987), Brigadir Jenderal (Anumerta) Ignatius Slamet Rijadi (1927-1950), dan Ignatius Joseph Kasimo (1900-1986)
Di sisi yang lain juga sekaligus merindukan bahwa pada zaman sekarang peran umat Katolik untuk semakin berkiprah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara demi tujuan negara sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 mulai dari tingkat yang paling bawah yakni lingkungan sebagai pengurus RT/RW Padukuhan, Kelurahan, ASN, TNI, Polri, Politisi dst. Umat Katolik terlibat tidak sekedar untuk kebutuhan ekonomi, pengakuan sosial namun lebih dari itu kita harus menjadi garam dan terang dunia.
Semboyan 100% Katolik dan 100% Indonesia awalnya diunggkapkan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ dalam sebuah Surat Gembala Masa Prapaskah pada 5 Februari 1956 dengan ungkapan aslinya adalah 100% Katolik 100% Patriot. Patriot artinya pembela atau pecinta tanah air (Patria).
Penyuluh yang terlibat dalam siaran RRI Pro 4/BATIK adalah Agnes Larasati, Arnoldus Suluh dan Edelbertus Jara. EJ
Komentar